Bagaimana Caranya Untuk Memutus Tali Kebencian Di Dalam Social Media?
Jika kamu melihat perkembangan media sosial di Indonesia saat ini, kamu mungkin menyadari bahwa semakin hari, semakin banyak hal-hal sensitif yang muncul dan berpotensi memicu kebencian., sayangnya konflik yang timbul bukan hanya perdebatan biasa, tetapi bisa merembet pada perpecahan antar sesama saudara sebangsa dan setanah air, kita mulai saling menyikut, saling adu mulut, bahkan tidak jarang saling menghakimi tanpa dasar yang jelas.
Apa Penyebabnya?
Fenomena ini bisa terjadi karena beberapa faktor yang berkaitan erat dengan identitas dan emosi kolektif masyarakat, salah satunya adalah karena hal-hal yang bersifat sensitif seperti agama, ras, dan suku, banyak individu merasa bahwa jati diri atau harga diri mereka telah diinjak-injak oleh orang lain yang berbeda latar belakang, ketika topik-topik ini disentuh, apalagi secara provokatif, maka reaksi keras pun sulit dihindari.
Selain itu, ego terhadap opini pribadi juga menjadi penyebab utama, ketika seseorang merasa pandangannya adalah yang paling benar, mereka cenderung memaksakan ideologinya kepada orang lain, masalahnya, di internet, setiap orang memiliki kebebasan untuk menyuarakan pendapat, akibatnya, saat dua orang atau lebih dengan ideologi yang bertentangan saling beradu, maka konflik pun tak terhindarkan.
Kondisi ini membuat banyak pengguna media sosial terjebak dalam lingkaran perdebatan yang tidak produktif, mereka terus mempertahankan keyakinan masing-masing, tanpa mencoba memahami sudut pandang orang lain, ketika tidak ada satu pihak pun yang mau mengalah, maka yang terjadi adalah adu komentar panas, saling serang dengan bahasa yang negatif dan provokatif.
Akhirnya, media sosial yang seharusnya menjadi tempat untuk berbagi informasi dan mempererat hubungan, berubah menjadi arena konflik terbuka, platform ini pun perlahan dihuni oleh sebagian orang yang gemar menciptakan keonaran dan memecah belah, bukan membangun.
Nah melihat kondisi ini, aku merasa penting untuk mengajak kamu agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial, kesadaran digital bukan hanya soal tahu cara menggunakan teknologi, tapi juga paham dampak dari setiap kata yang kita tulis, kita hidup di tengah masyarakat yang beragam, baik dari segi agama, suku, budaya, maupun pandangan politik, dan itu seharusnya menjadi kekuatan, bukan alasan untuk saling menyerang.
Kamu tidak harus selalu setuju dengan pendapat orang lain, tapi kamu bisa memilih untuk tidak menyerang mereka secara pribadi, toleransi adalah kunci, terutama di ruang digital yang sangat terbuka.
Lalu, Apa yang Harus Dilakukan untuk Memutus Tali Kebencian di Media Sosial?
Melihat kondisi yang semakin memprihatinkan ini, tentu muncul satu pertanyaan penting: apa yang bisa kita lakukan untuk memutus rantai kebencian di media sosial?
Mungkin aku punya beberapa ide sederhana, meskipun beberapa di antaranya mungkin terasa tidak populer atau sulit diterapkan oleh sebagian masyarakat, tetapi aku yakin ide-ide ini bisa membantu meminimalisir dampak kebencian, baik dalam dirimu maupun mereka yang menggunakan media sosial secara tidak bijak.
Di bawah ini aku sudah merangkum beberapa poin penting yang bisa kamu pelajari, dengan harapan, kamu dan orang-orang di sekitarmu bisa mulai meredam kebencian dalam diri ketika sedang berinteraksi di media sosial, nah jadi apakah itu? mari langsung saja kita bahas bersama dibawah ini :
1. Latih Diri untuk Tidak Reaktif
Media sosial bergerak cepat, satu komentar bisa langsung memicu debat panjang, satu postingan bisa langsung viral, tapi justru di ruang yang serba cepat inilah, reaksi spontan bisa menjadi bumerang, saat kamu melihat komentar yang kasar atau menyudutkan keyakinanmu, berhentilah sejenak, tarik napas dalam-dalam lalu mulai tanyakan pada diri sendiri :
"Apakah balasan emosional ini akan membuat keadaan lebih baik atau malah memperkeruh?"
Kamu tidak harus menanggapi semua hal, bahkan, dalam banyak kasus, memilih diam bisa jadi bentuk kekuatan, diam bukan berarti kalah, diam berarti kamu sedang menghindari perang yang tidak perlu, menjaga dirimu sendiri dari energi negatif yang tidak produktif.
Latih dirimu untuk tidak buru-buru mengetik saat emosi masih mendidih dan alau perlu, tulis balasanmu di notes, diamkan dulu selama satu jam, baru setelah itu evaluasi apakah masih layak untuk dikirim.
2. Pahami Bahwa Setiap Orang Punya Latar Belakang Berbeda: Empati Adalah Tameng Terkuat
Daripada cepat tersinggung atau menyerang balik, cobalah ubah pertanyaannya:
"Kira-kira kenapa dia berpikir seperti itu?"
Dengan mencoba memahami latar belakang seseorang, entah dari budaya, agama, pendidikan, atau pengalaman hidupnya, kamu akan lebih mudah menahan diri dan tidak terjebak dalam kebencian yang membabi buta.
Empati tidak membuatmu lemah, empati justru adalah benteng yang membuat kamu lebih kuat di tengah perbedaan.
3. Kurangi Konsumsi Konten Provokatif
Konten negatif sering dibuat bukan untuk mendidik, tapi untuk mengadu dan membakar emosi, judul yang bombastis, video yang dipotong-potong, caption penuh tuduhan, semua itu dirancang untuk membuatmu terpancing.
Kalau kamu menyadari suatu akun atau halaman selalu membawa suasana negatif, jangan ragu untuk unfollow, mute, atau blok, bukan karena kamu takut, tapi karena kamu sedang menjaga ruang mentalmu agar tetap bersih.
Kamu punya kendali atas algoritma, kalau kamu terus-menerus menonton atau membagikan konten provokatif, maka algoritma akan menyuguhkan lebih banyak hal serupa, tapi jika kamu aktif memilih konten positif, maka kamu akan membentuk ekosistem digital yang sehat untuk dirimu sendiri.
4. Jangan Ikut Menyebarkan Kebencian
Kadang kamu merasa "harus" membagikan sesuatu yang menurutmu salah kaprah agar orang lain bisa “melihat kebenarannya”. Tapi, coba renungkan lagi:
"Apakah kamu benar-benar ingin membangun diskusi, atau sebenarnya kamu hanya ingin melampiaskan amarahmu?"
Menyebarkan postingan penuh kebencian, walau dengan niat membantah, tetap memberikan atensi pada si pembuat. Dan dalam dunia digital, atensi adalah bahan bakar utama penyebaran informasi. Semakin banyak yang melihat dan berkomentar, semakin besar dampaknya.
Kalau kamu memang ingin mengedukasi orang lain, buatlah narasi sendiri dengan bahasa yang baik, tidak reaktif, dan tidak menyudutkan siapa pun, ajak berdiskusi, bukan berdebat.
5. Edukasi Diri tentang Literasi Digital
Di era banjir informasi seperti sekarang, literasi digital bukan lagi pilihan, tapi keharusan, kamu perlu belajar:
- Cara membedakan informasi benar dan palsu
- Cara mengenali framing media yang bias
- Cara menyaring hoaks dan clickbait
- Cara berkomunikasi etis di ruang digital
Mulailah dengan mengikuti akun-akun edukatif, ikut webinar literasi media, atau bahkan berdiskusi sehat dengan teman-teman tentang cara bijak menggunakan internet, semakin banyak kamu belajar, semakin kecil peluang kamu menjadi bagian dari masalah.
Penutup
Media sosial adalah cermin dari siapa kita, kalau kita isi dengan amarah, kebencian, dan ego, maka yang kembali pada kita adalah hal yang sama, tapi kalau kamu berani menjadi lebih bijak, lebih tenang, dan lebih berempati, maka media sosial pun akan terasa lebih manusiawi, perubahan tidak datang dari orang lain, perubahan dimulai dari kamu.